Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman (1299–1923) atau dikenal juga dengan sebutan Kekaisaran Turki Ottoman, adalah negara multi-etnis dan multi-religius. Negara ini diteruskan oleh Republik Turki yang diproklamirkan pada 29 Oktober 1923. Negara ini didirikan oleh Bani Utsman, yang selama lebih dari enam abad kekuasaannya (1299 - 1923) dipimpin oleh 36 orang sultan, sebelum akhirnya runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara kecil. Kesultanan ini menjadi pusat interaksi antar Barat dan Timur selama enam abad. Pada puncak kekuasaannya, Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi 29 propinsi. Dengan Konstantinopel (sekarang Istambul) sebagai ibukotanya, kesultanan ini dianggap sebagai penerus dari kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Kekaisaran Romawi dan Bizantium.
Pasa tanggal 3 Februari 1451, Sultan Murad II, Sultan Kerajaan Ottoman wafat dan digantikan putranya, Sultan Mehmed II. Pada abad ke-16 dan ke-17, Kesultanan Usmaniyah menjadi salah satu kekuatan utama dunia dengan angkatan lautnya yang kuat. Kekuatan Kesultanan Usmaniyah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai akhirnya benar-benar runtuh pada abad 20. Setelah Perang Dunia I berakhir, pemerintahan Utsmaniyah yang menerima kekalahan dalam perang tersebut, mengalami kemunduran di bidang ekonomi.
Sultan Murad II (Juni 1404, Amasya – 3 Februari 1451, Edirne) (bahasa Turki Utsmani: مراد ثانى Murād-ı sānī, bahasa Turki:II. Murat) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1421 hingga 1451 (kecuali dari masa antara 1444 hingga 1446). Pemerintahan Murad II ditandai dengan peperangan panjang melawan orang Kristen dari Balkan dan keemiran Turki di Anatolia, konflik yang berlangsung selama 25 tahun. Ia besar di Amasya, dan naik tahta setelah kematian ayahandanya. Saat dipanggil dari kerajamudaannya di Asia Kecil untuk menjadi penguasa Kesultanan Ottoman, baru berusia 18. Dengan sungguh-sungguh ia diakui sebagai sultan, bersiap dengan pedang Osman di Bursa serta pasukan dan perwira negara yang menghormatinya sebagai penguasa.
Namun dengan cepat pemerintahannya berhadapan dengan rongrongan. Kaisar Bizantium, membebaskan sang penuntut Mustafa Çelebi (dikenal sebagai Düzmece Mustafa) dari penjara dan mengakuinya sebagai pewaris sah tahta Bayezid I (1389 - 1402). Kaisar Bizantium, Manuel II, pertama kali menjamin ketentuan, bahwa Mustafa harus, membalas budinya kelak dengan memberikan sejumlah kota penting jika berhasil merebut tahta. Penuntut itu didaratkan oleh perahu Bizantium di dominion sultan yang ada di Eropa dan selama beberapa waktu membuat kemajuan pesat.
Banyak pasukan Turki bergabung dengannya, ia mengalahkan dan membunuh veteran jenderal Beyazid Pasha yang telah dikirim Murad untuk memeranginya. Mustafa mengalahkan pasukan Murad dan menyatakan diri sebagai Sultan Adrianopel (Edirne modern). Lalu ia menyeberangi Dardanella ke Asia dengan banyak pasukan; namun sultan yang muda itu menunjukkan dalam keadaan darurat ia masih memiliki nilai kemampuan militer dan politik dari nenek moyangnya.
Mustafa diakali di tengah medan dan pasukannya, yang percaya padanya dan menyebabkannya kalah karena kekerasan dan ketakmampuannya, jauh lebih banyak daripada pasukan Murad II. Mustafa mengungsi ke kota Gallipoli namun sang sultan, yang dibantu oleh komandan asal Genoa bernama Adorno, mengepungnya di sana dan menggempur tempat itu. Mustafa dibawa dan dihukum mati oleh sultan yang saat itu memalingkan wajahnya terhadap kaisar Yunani dan mendeklarasikan resolusinya untuk menghukum Palaiologos atas kebencian mereka dengan pencaplokan Konstantinopel.
Murad II kemudian membentuk pasukan baru bernama Azeb pada 1421 dan berbaris melewati Kekaisaran Bizantium, mengepung ibukotanya Konstantinopel. Saat Murad mengepung kota itu, Bizantium, yang bersekutu dengan beberapa negara Anatolia Turki merdeka, membuat adinda sultan (Mustafa, yang baru berusia 13) untuk memberontak terhadap sultan dan mengepung Bursa. Murad harus meninggalkan pengepungan Konstantinopel untuk berurusan dengan pemberontakan adindanya. Ia menangkap Pangeran Mustafa dan menghukumnya mati. Negara-negara Anatolia yang telah berencana melawannya — Aydın, Germian, Menteshe dan Teke dianeksasi dan kemudian menjadi bagian Kalifah Usmaniyah.
Murad II kemudian menyatakan perang terhadap Venezia, keemiran Karamanoğlu, Serbia dan Hongaria. Karamanoğlu dikalahkan pada 1428 dan Venezia menarik diri pada 1432 menyusul kekalahan dalam Pengepungan Salonika ke-2 pada 1430. Pada 1430-an Murad membuka sebagian besar wilayah Balkan dan berhasil membuka Serbia pada 1439. Pada 1441 Kekaisaran Romawi Suci, Polandia dan Albania bergabung dalam koalisi Serbia-Hongaria. Murad II memenangkan Pertempuran Varna pada 1444 melawan János Hunyadi namun kalah dalam Pertempuran Jalowaz dan dipaksa turun tahta.
Pada 1446 ia mendapatkan komando kembali karena gangguan yenissari dan pada 1448 ia menjebol koalisi Kristen dan Pertempuran Kosovo II (yang pertama terjadi pada 1389). Saat front Balkan terjamin Murad II pergi ke timur untuk mengalahkan putra Timur Lenk, Shah Rokh, dan kemudian keamiran Karamanoglu dan Çorum-Amasya. Pada 1450 Murad II melanjutkan pasukannya ke Albania dan meluncurkan pengepungan yang berhasil ke kastil Kruje untuk memadamkan pemberontakan yang dipimpin oleh Skanderbeg. Di musim dingin 1450–1451, Murad II sakit, dan meninggal di Edirne. Ia digantikan putranya Mehmed II (1451–81). Ia menikahi Mara, putri George Brankovich dari Serbia.
Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: محمد ثانى Meḥmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفاتح), "sang Penakluk", dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun.
Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol). Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq.
Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya. Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan salat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan salat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan salat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya. Sebelumnya anatolia sudah disatukan oleh Bayezid I 50 tahun sebelum.
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada perang Khandaq.
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para 'ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma'il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang 'ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.
Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sulthan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Qur'an dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur'an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.
Syeikh Ak Samsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan Kostantinopel. Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Peperangan itu memakan waktu selama 54 hari. Persiapan pun dilakukan. Sulthan berhasil menghimpun sebanyak 250 ribu tentara. Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.
Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.
Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Mereka memperbanyak salat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.