Hari Perempuan   Women Day

blogger counters


Minggu Berdarah 1905 Revolusi Rusia

Minggu Berdarah 1905 Revolusi Rusia
Minggu Berdarah (bahasa Rusia: Кровавое воскресенье, Krovavoe voskresenʹe) adalah sebuah insiden pada 22 Januari 1905 di Saint Petersburg, Russia, di mana demonstrasi yang tak bersenjata dan damai menyatakan petisi kepada Tsar Nicholas II ditembak oleh Penjaga Kenegaraan. Nikolai II juga dikenal dengan nama Nikolas II (bahasa Rusia Николáй Алексáндрович; Nikolai Aleksandrovich 6 Mei/18 Mei 1868 – 17 Juli 1918) ialah Tsar terakhir Kekaisaran Rusia. Pendukung politik damai di Eropa. Pada masa pemerintahannya terjadi peningkatan teror, perlawanan, dan kekacauan. Ia dipaksa untuk memberlakukan sebuah konstitusi bagi negerinya, namun membatasi pengaruh dan kekuasaan Majelis Perwakilan.

Acara petisi kepada Tsar Nicholas II diatur oleh George Gapon, yang dibayar oleh Okhrana, polisi rahasia Tsar, dan dianggap sebagai agen provokator. Georgi Apollonovich Gapon (bahasa Rusia: Георгий Аполлонович Гапон; 17 Februari [K.J.: 5 Februari] 1870 — 10 April [K.J.: 28 Maet] 1906) adalah imam Gereja Orthodox Rusia dan populer sebagai pemimpin kelas pekerja sebelum Revolusi Rusia 1905. Pada tanggal 22 Januari 1905, ia memimpin demonstrasi damai, namun, demonstrasi tersebut dibubarkan secara keras dengan pembantaian di luar istana musim dingin St. Petersburg, Kekaisaran Rusia. Kejadian Minggu Berdarah merupakan kesalahan fatal bagi Okhrana, dan sebuah kejadian dengan konsekuensi yang memtatikan bagi rejim Tsar, karena membantai orang biasa. Tsar tak pernah disalahkan sepenuhnya karena dia tidak ada di kota pada saat kejadian. Kejadian ini memicu aktivitas revolusi di Rusia yang mengakibatkan Revolusi Rusia 1905.

Nikolas II dipaksa turun tahta pada 1917 saat Revolusi Bolshevik dan dipenjarakan beserta seluruh keluarganya, kemudian semuanya dieksekusi. Revolusi Rusia 1917 adalah sebuah gerakan politik di Rusia yang memuncak pada 1917 dengan penggulingan pemerintahan provinsi yang telah mengganti sistem Tsar Rusia, dan menuju ke pendirian Uni Soviet, yang berakhir sampai keruntuhannya pada 1991. Revolusi ini dapat dilihat dari dua fase berbeda: Yang pertama adalah Revolusi Februari 1917, yang mengganti otokrasi Tsar Nikolai II Russia, Tsar Russia yang efektif terakhir, dan mendirikan republik liberal. Fase kedua adalah Revolusi Oktober yang diinspirasikan oleh Vladimir Lenin dari partai Bolshevik, memegang kuasa dari Pemerintahan Provinsi. Revolusi kedua ini memiliki efek yang sangat luas, memengaruhi daerah kota dan pedesaan. Meskipun banyak kejadian bersejarah terjadi di Moskwa dan Saint Petersburg, ada juga gerakan di pedesaan di mana rakyat jelata merebut dan membagi tanah.

Revolusi Bolshevik atau dikenal juga dengan Revolusi Oktober adalah revolusi yang dilakukan oleh pihak komunis Rusia, di bawah pimpinan Lenin. Setelah merebut kekuasaan di Petrograd, ibu kota Rusia kala itu, mereka menggulingkan pemerintahan nasionalis di bawah pimpinan Alexander Kerensky yang mulai memerintah sejak bulan Februari. Pemerintahan ini diangkat setelah Tsar Nikolas II dari Rusia turun takhta karena dianggap tidak kompeten. Walaupun revolusi ini terjadi pada tanggal 7 November 1917 menurut penanggalan Gregorian di Rusia, namun dikarenakan Rusia saat itu masih memakai Kalender Julian, maka menurut penanggalan Julian, peristiwa ini terjadi pada tanggal 25 Oktober 1917, oleh sebab itu revolusi ini disebut Revolusi Oktober. Dengan Revolusi Oktober ini, abad ke-20 memasuki era pertama komunisme.

Pengaruh Revolusi Rusia Revolusi Rusia telah berhasil menumbangkan kekuasaan Tsar Nicholas II yang memerintah secara diktator. Rakyat Rusia yang merasakan kehidupan di berbagai bidang akibat kediktatoran Tsar Nicholas II, akhirnya berhasil menghimpun kekuatan dan menentang kekuasaannya dalam bentuk revolusi. Revolusi Rusia telah berhasil menumbangkan kediktatoran Rusia. Di samping itu, Revolusi Rusia yang berpaham komunis akhirnya berhasil merubah haluan negara tersebut ke arah negara komunis. Seperti revolusi-revolusi lain, Revolusi Rusia juga membawa dampak baik bagi Rusia sendiri maupun bagi negara-negara di kawasan di dunia termasuk Indonesia. Pengaruh Revolusi Rusia terhadap perkembangan pergerakan nasional di Indonesia tampak jelas dengan berkembangan paham Marxis yang kemudian melahirkan Partai Komunis Indonesia. Benih-benih Marxisme dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet.

Atas dasar Marxisme inilah pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Sneevliet kemudian melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV. Dengan cara ini Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil mempengaruhi beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Akibatnya, SI Cabang Semarang yang sudah berada dibawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxismenya sehingga menyebabkan perpecahan dalam tubuh SI.

Pada tahun 1919 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. Dengan demikian, Revolusi Prancis, Revolusi Amerika, dan Revolusi Rusia berpengaruh terhadap munculnya pergerakan nasional Indonesia. Bedanya, jika Revolusi Prancis dan Revolusi Amerika berpengaruh terhadap munculnya organisasi pergerakan nasional yang berpaham nasional dan demokratis. Sebaliknya, Revolusi Rusia berpengaruh terhadap munculnya organisasi pergerakan yang berpaham komunis.