Hari Perempuan   Women Day

blogger counters


Eksekusi Marie Antoinette dengan Guillotine

Eksekusi Marie Antoinette dengan Guillotine
Maria Antonia Josepha Johanna von Habsburg-Lothringen, lebih dikenal juga sebagai Marie Antoinette; (lahir di Vienna, Austria, 2 November 1755 – meninggal di Paris, Perancis, 16 Oktober 1793 pada umur 37 tahun) adalah Ratu dari Perancis dan Putri Bangsawan dari Austria. Dia adalah anak dari Kaisar Kekaisaran Romawi Suci, Francis I dan istrinya Ratu Maria Theresa dari Austria dan setelah itu dia menikah dengan Louis XVI pada umur 14 tahun. Akibat posisinya sebagai istri dari Louis XVI dan ibu dari Louis XVII maka dia menemui ajalnya di pisau guillotine pada masa Revolusi Perancis pada tahun 1793 dan dimakamkan bersama suaminya di makam kerajaan di Saint Denis Basilica, Paris. Selain itu dia terlahir sebagai Yang Mulia Putri Bangsawan Maria Antonia dari Austria.

Suami Marie Antoinette adalah Louis XVI (lahir 23 Agustus 1754 – meninggal 21 Januari 1793 pada umur 38 tahun), merupakan Raja Perancis dari Dinasti Bourbon sejak tahun 1774 hingga 1792. Kekuasaannya dihentikan dan dia ditangkap pada Revolusi 10 Agustus, dan akhirnya dihukum dengan guillotine untuk dakwaan pengkhianatan pada 21 Januari 1793, di hadapan para penonton yang menyoraki hukumannya. Louis XVI awalnya dicintai rakyatnya, namun ketidakcakapannya dalam memerintah dan sikapnya yang konservatif membuat rakyatnya berbalik membencinya. Istrinya adalah Marie Antoinette, dan bersamanya mereka mempunyai empat orang anak: Marie-Thérèse-Charlotte, Louis-Joseph-Xavier-François, Louis-Charles dan Sophie-Beatrix.

Guillotine adalah sebuah alat untuk membunuh seseorang yang telah divonis hukuman mati dengan cepat dan 'manusiawi'. Guillotine menjadi terkenal pada Revolusi Perancis, tetapi sebenarnya sebelumnya sudah ada alat seperti ini. Guillotine dinamakan menurut Joseph Ignace Guillotin (1738 - 1814), yang menyarankan supaya memakai alat ini sebagai alat eksekusi. Ironisnya ia sendiri sebenarnya tidak setuju dengan hukuman mati. Ia berharap bahwa alat'nya' akan menghapuskan hukuman mati. Pada Revolusi Perancis, dibutuhkan sebuah alat yang mampu mengeksusi para terdakwa secara cepat. Guillotine ini mencukupi persyaratan ini, maka di setiap desa di Perancis di tengah pasar lalu ditempatkan.

Pada tanggal 25 April 1792, Nicolas Jacques Pelletier adalah korban pertama guillotine. Secara total pada Revolusi Perancis puluhan ribu orang dieksekusi menggunakan alat. Di Paris sendiri saja diperkirakan 40.000 orang dibunuh dengan guillotine, antara lain Raja Louis XVI dan istrinya Marie Antoinette. Guillotine dirancang untuk membuat sebuah eksekusi semanusiawi mungkin dengan menghalangi sakit sebanyak mungkin. Terdakwa disuruh tidur tengkurap dan leher ditaruh di antara dua balok kayu di mana di tengah ada lubang tempat jatuhnya pisau. Pada ketinggian 7 meter, pisau dijatuhkan oleh algojo dan kepala terdakwa jatuh di sebuah keranjang di depannya.

Pemenggalan kepala dengan guillotine hanya berlangsung beberapa detik saja. Pendapat para dokter pada awal yang katanya orang baru kehilangan kesadarannya setelah 30 detik dihiraukan. Menurut pendapat para dokter modern, otak seseorang maksimal hanya bisa sadar selama 10 detik saja. Eksekusi dengan guillotine kala itu menjadi tontonan umum, tetapi kemudian guillotine ditaruh di dalam penjara karena dianggap sangat kejam. Terdakwa terakhir yang dihukum mati dengan alat ini adalah Hamida Djandoubi. Ia dieksekusi di Marseille pada tanggal 10 September 1977.

Penemu Guillotine - dr. Joseph-Ignace Guillotin (lahir di Saintes, 28 Mei 1738 – meninggal di Paris, 26 Maret 1814 pada umur 75 tahun) bukanlah tokoh yang menciptakan guillotine, tetapi ia pada tanggal 10 Oktober 1789 memberikan proposal supaya menggunakan sebuah alat mesin untuk melaksanakan hukuman mati di Perancis. Namanya menjadi sebuah eponim, dan akhirnya saudaranya dan semua keturunannya mengubah nama mereka karena namanya ini melekat pada sebuah mesin pembunuh. Guillotin semasa hidupnya adalah seorang dokter. Meski ia menyarankan penggunaan sebuah 'alat' untuk membunuh, sebenarnya ia menentang hukuman mati. Ia berharap alatnya ini akan mendekati langkah lebih dekat lagi untuk menghapuskan hukuman mati.

Menurut legenda populer yang tidak tepat, Guillotin seringkali disebut sebagai penemu alat pemenggal kepala tersebut. Dikatakan bahwa Guillotin sendiri kemudian tewas terpenggal alat hasil penemuannya. Alat yang awalnya bernama louisette itu kemudian diubah namanya menjadi Guillotine untuk menghormati penemunya.